بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على محمد وال محمد

Sabtu, 07 Desember 2013

Dialog Singkat Ulama Salafi Wahabi vs Ulama Syiah


Ayatullah Alawi Ghurghani:
 Ulama Wahabi Bungkam Sewaktu Dialog dengan Saya di Masjidil Haram

Nasehat kami kepada saudara-saudara Syiah, lakukanlah dialog dengan muslim non Syiah tetap dalam koridor penuh penghormatan dan sikap penuh pemuliaan sebagaimana yang memang layak untuk didapatkan seorang muslim. Sampaikan kepada mereka mengenai maqam Ahlul Bait as yang sedemikian agung dalam ajaran Islam. Jika mereka menerima dan mengakui keutamaan-keutamaan yang dimiliki Ahlul Bait sesungguhnya setengah dari pekerjaan kita telah selesai. Insya Allah, jika itu disampaikan dengan penuh hikmah dan rasional maka akan segera memberi pengaruh. 
 

 Ulama Wahabi Bungkam Sewaktu Dialog dengan Saya di Masjidil Haram
Menurut Kantor Berita ABNA, memperingati hari kesyahidan Sayyidah Fatimah as buah hati kesayangan Rasulullah, redaksi ABNA berkunjung ke kediaman Ayatullah Muhammad Ali Alawi Ghurghani sabtu (13/4), salah seorang ulama marja taklid Syiah untuk melakukan wawancara berbicara seputar kehidupan dan keutamaan Sayyidah Fatimah as. 

Berikut petikan wawancara tersebut. Semoga bermanfaat.

ABNA: Terimakasih atas sambutan hangat dan kesempatan yang diberikan. Sebagai pertanyaan pertama, mohon diperkenalkan secara singkat mengenai kepribadian Sayyidah Fatimah as.
Ayatullah Alawi Ghurghani:

بسم الله الرحمن الرحيم. الحمدلله، والصلاة و السلام علي رسول الله وعلي آله آل الله، و اللعن الدائم علي اعدائهم اعداء الله. 
Seseorang yang hendak memperkenalkan atau memberikan informasi mengenai keadaan ataupun kepribadian seseorang lainnya, haruslah memiliki pengetahuan dan pengenalan yang begitu mendalam mengenai sosok yang akan diperkenalkannya tersebut. Dengan kata lain, muarrif (yang memperkenalkan) harus lebih alim, lebih mengetahui dan mengenal lebih banyak hakikat dari muarraf (yang diperkenalkan), ini adalah diantara kaidah mantiq dan filsafat yang diterima semua orang. Sebabnya, jika yang memperkenalkan tidak lebih banyak pengetahuannya, maka hal-hal yang akan disampaikan mengenai sosok yang diperkenalkannyapun akan sangat terbatas dan tidak memiliki nilai i'tibar untuk menggambarkan sosok sebenarnya. Oleh karenanya yang memperkenalkan harus lebih memiliki pengetahuan dan ilmu yang mendalam mengenai banyak hal untuk memberikan gambaran seutuhnya dari sosok yang akan diperkenalkan. Karena itu Rasulullah Saw bersabda, "Bertafakkurlah mengenai ciptaan Allah, jangan bertafakkur mengenai Dzat-Nya." (1) Ataupun sabda Imam Ja'far Shadiq as, "Cegahlah dirimu dari memikirkan mengenai Dzat Allah, karena memikirkan Dzat Allah hanya akan memperbanyak kebingungan dan penyimpangan manusia."(2) Karenanya manusia tidak memiliki kemampuan untuk memiliki pengetahuan seutuhnya mengenai Tuhan, Allah SWT berfirman, "dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu."(3)
Dengan mukaddimah ini, maka kita bisa mengambil kesimpulan, pengetahuan dan pengenalan kita terhadap sosok mulia Rasulullah Saw, Hadhrat Sayyidah Fatimah as maupun para imam Maksmum as sangatlah sedikit sehingga tidak memiliki kemampuan untuk memperkenalkan mereka secara utuh dan sempurna. Rasulullah Saw bersabda, " "يا علي! ما عرف اللّه حق معرفته غيري و غيرک و ما عرفک حق معرفتک غير اللّه و غيري." Ya Ali, tidak ada yang lebih mengenal Tuhan selain aku dan kamu, dan tidak ada yang lebih mengenal aku, kecuali Tuhan dan kamu. Dan tidak ada yang lebih mengenal kamu, selain Tuhan dan aku."(4). Begitu juga dengan sabda beliau yang lain, يا علي! لايعرف اللّه تعالي الا انا و انت و لايعرفني الا اللّه و انت و لا يعرفک الا اللّه و انا (5). 

Hal ini menunjukkan, Nabi tidak bisa diperkenalkan. Ini adalah penjelasan yang sesusungguhnya. Sebab jika ingin memperkenalkan mengenai Nabi misalnya, maka keniscayaan untuk benar-benar memiliki pengetahuan yang sempurna dan utuh mengenai beliau. 

Oleh karena itu, untuk mengenal Sayyidah Fatimah as, maka tanyakan kepada Rasulullah Saw, yang memang lebih banyak tahu mengenai putri beliau. Bukan bertanya kepada saya, atau siapapun semisal saya yang memiliki pengetahuan dan ilmu yang sangat terbatas, itu pun sangat subyektif. Karenanya, untuk mengetahui mengenai kepribadian dan keutamaan Sayyidah Fatimah as, tidak ada cara lain selain merujuk kepada apa yang pernah disampaikan Nabi Saw mengenai sosok putrinya tersebut ataupun melalui apa yang dijelaskan Allah SWT mengenai beliau. 

ABNA: Kalau begitu, bagaimana Allah dan Rasul-Nya berbicara dan memperkenalkan mengenai Sayyidah Fatimah as?
Ayatullah Alawi Ghurghani:

Ketika kita merujuk kepada firman Allah SWT dan sabda Nabi Saw mengenai Sayyidah Fatimah as, maka kita akan temui sangat banyak keutamaan yang dimiliki putri Nabi tersebut. Misalnya, dalam hadits Kisa kita membaca, malaikat Jibril as bertanya, "Ya Allah, siapa saja yang berada dalam balutan Kisa?" Allah SWT tidak menjawab, Nabi dan putrinya. Melainkan menjawab, "Fatimah dengan ayahnya, suaminya dan putera-puteranya." Ini menunjukkan bahwa perhatian terpusat pada Sayyidah Fatimah as. Allah SWT, sosok mulia hadhrat Zahrah adalah sosok yang dengan itu Nabi, Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain dikenali. Karenanya sangat jelas, keutamaan terbesar yang dimiliki Sayyidah Fatimah as, adalah pusat kenabian dan wilayah. Hadhrat Fatimah yang menjaga kenabian dan wilayah keimamahan sekaligus. 

Nabi Saw menyebut putrinya itu, "Ummu abiha" yaitu ibu dari ayahnya. Dan apakah ada lagi sosok lain yang memiliki gelaran dan panggilan yang sama?. Jawabnya, tidak ada. Ini menegaskan peran penting Sayyidah Fatimah disisi Nabi Saw. "Fatimah dan ayahnya", artinya adalah jika Sayyidah Fatimah as tidak ada, maka Nabi tidak memiliki sandaran hati dan tumpuan harapan.

Hal lain yang lebih menakjubkan mengenai Sayyidah Fatimah as adalah bentuk kecintaan Nabi yang luar biasa terhadap putrinya tersebut. Jika selama ini kita mengetahui bahwa tradisi yang berlaku disepanjang masa dan disemua tempat, adalah tangan imam atau pemimpin yang dicium. Yaitu ma'mumlah yang mencium tangan imam atau dengan kata lain anaklah yang mencium tangan orang tua sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan. Namun, tidak bagi Rasulullah Saw. Justru beliaulah yang dalam banyak keadaan yang lebih mendahului mencium tangan putrinya tersebut. Dalam beberapa riwayat kita temukan, setiap Rasulullah Saw menemui Hadhrat Fatimah, maka putrinya tersebut segera berdiri dan mengecup tangan ayahnya. Dan setiap Hadhrat Fatimah menemui Nabi di kediamannya, maka Nabi segera berdiri dan memberikan tempat duduknya kepada putrinya tersebut sembari mengecup tangannya. Apa yang hendak ditunjukkan oleh riwayat tersebut? Demi Allah, kalau bukan karena keagungan dan kemuliaan yang sangat besar yang dimiliki Sayyidah Fatimah as mungkinkah sampai Rasulullah harus memberikan penghormatan yang sedemikian besar dan mengecup tangan putrinya?. 

Keutamaan yang tak akan pernah habis untuk dibicarakan lainnya adalah kisah mengenai kelahiran hadhrat Zahra. Waktu saya pertama kali berceramah mengenai Sayyidah Fatimah, kisah mengenai kelahiran beliau inilah yang saya sampaikan. Para ulama, jika berbicara mengenai kelahiran Sayyidah Fatimah pada umumnya merujuk kepada tafsir, "Inna a'taenaakal kautsar"(6), al kautsar yang bermakna anugerah yang melimpah dinisbatkan kepada kelahiran Sayyidah Fatimah, dan kemudian akan dijelaskan, mengapa Fatimah yang disebut sebagai anugerah kebaikan yang melimpah?. Tentu saja penafsiran tersebut sangat diterima dan saya tidak menolaknya. Namun saya hendak memberikan alternatif lain mengenai penafsiran ayat tersebut. Bahwa Sayyidah Fatimah dinamakan al Kautsar, karena nutfah yang menjadikan beliau berasal dari air telaga al Kautsar yang diminum Rasulullah Saw. Jadi ada kemungkinan ketika Allah berfirman "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak." Maksudnya adalah, "Ya Rasulullah, Kami memberikanmu Kautsar yaitu az Zahrah yang diciptakan dari air telaga kautsar." Kita menemukan tidak sedikit riwayat mengenai hal ini. Misalnya riwayat yang menyebutkan Rasulullah ditemui oleh malaikat Jibril yang memesankan kepada Nabi untuk malam selanjutnya tidak lagi menemui Khadijah, istrinya. Nabi diminta menghabiskan waktunya selama 40 hari khusus untuk beribadah tanpa melakukan interaksi dan komunikasi dengan siapapun. Nabipun melakukan pesan tersebut dan selama 40 hari tidak melakukan kontak apapun dengan Hadhrat Khadijah. Beliau melakukan ibadah khusus selama 40 hari tersebut di rumah Ummu Hani. Pada malam ke 40, malaikat Jibril kembali datang menemui Nabi dengan membawa makanan dari surga, seperti anggur, kurma dan air kautsar. Makanan dari surga tersebutpun disantap oleh Nabi Saw. Makanan dan air kautsar tersebutlah yang kemudian menjadi nutfah pada sulbi Rasulullah. Dan ketika beliau berhubungan intim dengan hadhrat Khadijah, kemudian lahirlah Sayyidah Fatimah as. 

Saya telah merujuk banyak kitab hadits. Namun tidak menemukan kisah serupa. Bahwa nutfah yang kemudian menjadi Nabi berasal dari air telaga Kautsar. Tidak juga bagi Amirul Mukminin, ataupun imam Hasan dan imam Husain as. Ini hanya berkenaan dengan proses kelahiran Sayyidah Fatimah as. Bahkan kisah serupa mengenai hal ini pun juga diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits mu'tabar Ahlus Sunnah. Misalnya, sebagaimana yang diriwayatkan Aisyah, bahwa Rasulullah begitu sering mengecup Fatimah. Hal tersebut menimbulkan kecemburuan pada diri Aisyah. Diapun berkata kepada Rasulullah, "ya Rasulullah, sangat tidak wajar seorang perempuan yang telah bersuami masih juga sering kau kecupi." Maka Nabi menjawab, "Jangan ucapkan kata-kata seperti itu. Sesungguhnya yang saya cium dari Fatimah adalah aroma surga." 

Dalam penjelasan para Aimmah as, kitapun menemukan banyak riwayat mengenai keutamaan Sayyidah Fatimah az Zahra as. Misalnya, Imam Hasan Askari pernah bersabda, ""نحنُ حُجَجُ اللّهِ عَلى خَلقِهِ وَ فاطمةُ حُجةٌ عَليَنا,(7) "Kami adalah hujjah Tuhan bagi seluruh alam, dan Fatimah adalah Hujjah Tuhan bagi kami." Sabda ini menunjukkan keutamaan Sayyidah Fatimah as yang sangat besar. 

ABNA: Pertanyaan lain, yang juga sering ditanyakan banyak orang. Bahwa Sayyidah Fatimah hidup 1400 tahun yang lalu, lantas bagaimana kita bisa menyebut bahwa beliau adalah sosok tauladan bagi kita yang hidup di abad 21 ini?

Ayatullah Alawi Ghurghani:

Tidaklah demikian, bahwa Sayyidah Fatimah tauladan hanya bagi satu masa yang khusus dalam perjalanan Islam. Sayyidah Fatimah tidak dipersembahkan hanya untuk orang-orang yang hidup 1.400 tahun lalu untuk dijadikan suri tauladan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ucapan-ucapan Nabi dan para Aimmah as, kita dapat mengetahui sosok Sayyidah Fatimah as tak lekang oleh zaman, karena kehendak Allah, keagungan dan kemuliaan beliau akan terus dibicarakan sampai hari kiamat. Hal inilah yang membuat beliau seakan-akan tetap hidup di setiap kurun dan menjadi teladan bagi setiap orang disetiap masa. 

ABNA: Dengan segala keutamaan Sayyidah Fatimah as sebagaimana yang anda nukilkan dari sabda-sabda Nabi Saw dan Aimmah as seharusnya beliau mendapatkan penghormatan dan pengagungan yang sedemikian besar dari kaum muslimin yang hidup dimasa beliau. Namun mengapa kita justru menemukan adanya riwayat rumah beliau diserang dan hendak dibakar, bahkan beliau mengalami cidera akibat penyerangan tersebut. Apakah mereka yang melakukan hal tersebut tidak mengetahui keagungan dan posisi Sayyidah Fatimah as di sisi Nabi Saw?

Ayatullah Alawi Ghurghani:

Tentu saja mereka mengetahui segala keutamaan yang dimiliki Ahlul Bait termasuk Sayyidah Fatimah as, bahkan lebih banyak dan lebih baik pengetahuannya tentang itu dari kita semua, sebab sabda-sabda Nabi yang menceritakan mengenai keutamaan Sayyidah Fatimah diantaranya justru diriwayatkan dari mereka juga. Makanya tidak kita temui satu ulama Ahlus Sunnah yang mengingkari keutamaan besar yang dimiliki Sayyidah Fatimah as. Demikian pula mengenai penyerangan terhadap rumah Sayyidah Fatimah dan perlakuan buruk yang dialaminya, tidak ada diantara muhaqqiq (peneliti) Ahlus Sunnah yang mengingkarinya, sebab peristiwa tersebut terekam secara jelas dan gamblang dalam kitab-kitab mu'tabar mereka. Karena tidak bisa mengingkari karena kedudukan riwayatnya yang shahih, maka memberikan penjelasan. Bahwa urusan umat berada di tangan khalifah. Dan khalifah yang kedudukannya sebagai Hakim Syar'i memiliki wewenang untuk melakukan apapun untuk menjaga kedaulatan dan kemaslahatan umat. Jika ada tindakan yang dinilai Khalifah bertentangan dengan kemaslahatan umat dan dapat menganggu kedaulatan daulah Islam, apakah itu benar atau salah, maka hakim syar'i berhak untuk mencegah dan menindaknya secara tegas. Bukan hanya sekedar menyerang dan membakar rumah, bahkan bisa lebih dari itu. Dengan dalih ini pula sebagian dari ulama Sunni (tidak semua) memberikan pembelaan terhadap Yazid bin Muawiyah atas terjadinya tragedi di Karbala yang mensyahidkan Imam Husain dan beberapa anggota Ahlul Bait lainnya. 
Mengenai hal ini, kami memiliki pengalaman menarik ketika berdialog dengan ulama-ulama yang membela tindakan khalifah yang tidak memberikan penghormatan terhadap Ahlul Bait di kota Mekkah al Mukaramah. 

ABNA: Untuk dimanfaatkan oleh para pembaca. Mohon diceritakan.

Ayatullah Alawi Ghurghani:

Dalam perjalanan haji kami, di Masjidil Haram dengan disaksikan banyak jama'ah haji dari berbagai Negara yang berbeda, saya berdialog dengan salah seorang ulama berpaham Wahabi. Dialog tersebut berlangsung selama kurang lebih dua jam sampai jam 12 malam. Alhamdulillah, hasil dari dialog tersebut sangat menakjubkan. Ulama tersebut tidak bisa membantah apa yang saya sampaikan, sebab hujjah-hujjah dan argumentasi yang saya gunakan merujuk dari kitab-kitab yang mereka akui keshahihannya. Malam berikutnya, jumlah yang hadir jauh lebih banyak. Begitu saya hendak memasuki masjid, jamaah haji dari Iran segera mengelilingi saya, mereka khawatir dengan bertambahnya jumlah mereka hendak melakukan hal yang tidak baik pada saya. Namun yang terjadi justru hal yang tidak kami duga. Mereka semua berteriak, "Telah datang sang Alim, telah datang putera keturunan Rasulullah…" Bersama dengan dengan beberapa orang pengelola Haram, mereka kemudian duduk mengelilingi saya, dan meminta saya berceramah dihadapan mereka. 

ABNA: Kapan itu terjadi?

Ayatullah Alawi Ghurghani: Tahun 1354 HS (bertepatan dengan tahun 1975 M)

ABNA: Apa saja syubhat mereka yang anda jawab?

Ayatullah Alawi Ghurghani: 

Pertama, saya mengatakan kepada beliau, "Apakah kamu menerima riwayat-riwayat yang shahih?". Dia menjawab, "Iya". Saya tanyakan lagi, "Apakah dalam kitab shahih tidak anda temui riwayat yang menyebutkan Sayyidah Fatimah as meninggal dunia dalam keadaan tidak hendak berbicara dan ditemui seseorang?".(8). Dia menjawab, "Ya ada riwayat mengenai itu." Sayapun berkata, "Kalau memang beliau adalah khalifah yang sah dan pemimpin atas hukumah Islamiyah lantas mengapa Sayyidah Fatimah yang menurut kesaksian al-Qur'an disebut suci dan maksum enggan berbicara dengan beliau?"

Kedua, kemudian kami berbicara mengenai tragedi penyerangan rumah Sayyidah Fatimah as yang tidak bisa dia ingkari kejadiannya. Sayapun membantu menjawabnya sebagaimana yang telah saya jelaskan sebelumnya. Dia berkata, "Ahsanta ya sayyidana, sangat menakjubkan yang anda ucapkan itu." Namun kemudian saya 

berkata, "Jawaban seperti itupun sebenarnya bertentangan dengan aturan syar'i." Diapun tampak kebingungan. Saya katakan kepadanya, "Pertama, tidak ada satupun dalil dan perintah syar'i yang membolehkan khalifah melakukan apa saja demi menjaga kedaulatan hukumah. Justru Rasulullah memberikan batasan-batasan, apa yang boleh dilakukan apa yang tidak. Rasulullah Saw bersabda, " "يا أيها الناس والله ما من شيء يقربكم من الجنة ويباعدكم من النار إلا وقد أمرتكم به وما من شيء يقربكم من النار و يباعدكم من الجنه إلا وقد نهيتكم عنه artinya, Wahai umat manusia, saya melarang kalian akan hal-hal yang mendekatkan kalian pada api neraka, dan yang membuat kalian menjauh dari surga."(9). Nah apakah menyerang rumah keluarga Nabi tidak termasuk menjauh dari keridhaan Allah SWT?". 
Kemudian saya katakan kepadanya, "Kami hanya mempersoalkan tindakan khalifah. Sama sekali tidak ada maksud kami untuk melecehkan atau tidak memberi penghormatan kepada beliau, namun bagaimana tindakan beliau tersebut kita sesuaikan dengan sabda Rasulullah yang meminta keluarganya diberikan penghormatan dan pemuliaan yang memang sudah selayaknya mereka dapatkan?. Jika anda hadir pada saat itu, apakah anda hendak berdalih bahwa Khalifah berhak melakukan apapun untuk menjaga kemaslahatan umat meskipun itu menyerang dan tidak memberi penghormatan terhadap Ahlul Bait? Apakah menurut anda Ahlul Bait hendak merusak kemaslahatan umat Islam?"
Ulama Wahabi itu berkata, "Sungguh benar, apa yang anda katakan itu."


Ketiga, saya katakan kepadanya. Menurut para ulama, ahkam furu'iyah mengikut pada ahkam ushuliyah dan tidak sesaatpun ahkam furu'iyah lebih diutamakan dari ahkam ushuliyah. Diantara hukum ushul sebagaimana yang anda juga yakini adalah mencintai Nabi dan keluarganya sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Qur'an, andapun senantiasa bershalawat kepada Nabi dengan juga mengikutkan keluarganya. Sementara masalah kekhalifaan dalam pandangan anda hanyalah masalah furu (cabang) dan bukan ushul. Lantas dengan segala keutamaan yang dimiliki Imam Ali dan Sayyidah Fatimah untuk diagungkan dan dimuliakan, lantas apakah ia pantas diperlakukan tidak hormat?.

Ulama wahabi tersebutpun terdiam seribu bahasa. Tidak bisa memberi argument apa-apa lagi. Hal ini lah yang membuat jama'ah yang hadir kemudian tertarik untuk lebih banyak mengetahui tentang mazhab Ahlul Bait.

ABNA: Dari pengalaman anda tersebut, pelajaran apa yang bisa diambil?

Ayatullah Alawi Ghurghani:

Nasehat kami kepada saudara-saudara Syiah, lakukanlah dialog dengan muslim non Syiah tetap dalam koridor penuh penghormatan dan sikap penuh pemuliaan sebagaimana yang memang layak untuk didapatkan seorang muslim. Sampaikan kepada mereka mengenai maqam Ahlul Bait as yang sedemikian agung dalam ajaran Islam. Jika mereka menerima dan mengakui keutamaan-keutamaan yang dimiliki Ahlul Bait sesungguhnya setengah dari pekerjaan kita telah selesai. Insya Allah, jika itu disampaikan dengan penuh hikmah dan rasional maka akan segera memberi pengaruh. 

Sementara nasehat kami kepada saudara-saudara kami Ahlus Sunnah. Jika kalian hendak dengan penuh perhatian mendengarkan kami, membaca argumen-argumen kami yang juga mendapat landasan pembenaran dari kitab-kitab kalian sendiri, maka kalian sesungguhnya tidak akan menyebut kami sesat apalagi kafir. 
(bersambung)

Catatan Kaki:

(1). Al Mu'jam al Kabir lil Tabrani
(2). Wasail al Syiah, jilid 16 hal 197
(3). Surah at Talaq: ayat 12
(4). Manaqib Ibn Sahr Ashub, jilid 3, hal. 268
(5) Raudatul Muttaqin, jilid 13, hal 273
(6) Surah Kautsar ayat 1
(7) Tafsir at Tayib al Bayan, jilid 13, hal 233
(8) Shahih Bukhari jilid 5, hal 82 bab Perang Khaibar dan Shahih Muslim jilid 5 hal 153, kitab al Jihad
(9) Ushul Kafi, jilid 2 hal. 34
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar